Pasal 86 Undang-Undang Kepabeanan
BAB XII
WEWENANG KEPABEANAN
Pasal 86 (Rev1)
(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
(1a) Dalam melaksanakan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat bea dan cukai berwenang :
a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan;
b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lain yang terkait;
c. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan; dan
d. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.
(2) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit kepabeanan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
(3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
Penjelasan Pasal 86
Ayat (1)
Audit kepabeanan dilakukan dalam rangka pengawasan sebagai konsekuensi diberlakukannya:
a. sistem self assesment;
b. ketentuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi;
c. pemberian fasilitas tidak dipungut, pembebasan, keringanan, pengembalian, atau penangguhan bea masuk yang hanya dapat diawasi dan dievaluasi setelah barang impor keluar dari kawasan pabean.
Ayat (1a)
Huruf a
Audit kepabeanan bukan merupakan audit untuk menilai atau memberikan opini tentang laporan keuangan, tetapi untuk menguji tingkat kepatuhan orang terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Laporan keuangan diminta dalam kegiatan audit kepabeanan dengan tujuan hanya untuk memastikan bahwa pembukuan yang diberikan oleh orang kepada pejabat bea dan cukai adalah pembukuan yang sebenarnya yang digunakan untuk mencatat kegiatan usahanya yang pada akhir periode diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
Selain itu, dengan laporan keuangan, pejabat bea dan cukai dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan orang yang berkaitan dengan kepabeanan.
Pejabat bea dan cukai yang melaksanakan audit dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak terhadap segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh orang berkaitan dengan audit yang dilaksanakannya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pihak lain yang terkait, yaitu pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan orang yang terkait dengan transaksi yang dilakukan oleh orang tersebut, misalnya pembeli di dalam negeri atas barang impor, pembeli di luar negeri atas barang ekspor, pemasok di dalam negeri atas barang ekspor, pemasok di luar negeri atas barang impor, bank, dan pihak lain yang diyakini dapat memberikan keterangan sehubungan transaksi yang dilakukan oleh orang, seperti Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa perbuatan yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan wewenangnya mencakup perbuatan tidak menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Perubahan
UU Nomor 10 Tahun 1995
UU Nomor 17 Tahun 2006 (Rev1)
+62 897-0805-966
gosriconsulting88@gmail.com


