Pasal 9 UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

BAB IV
TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK
Pasal 9

(1) Dihapus. (Rev3)

(2) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. (Rev3)

(2a) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini. (Rev4)

(2b) Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). (Rev3)

(3) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. (Rev3)

(4) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. (Rev3)

(4a) Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. (Rev3)

(4b) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimasud pada ayat (4) dan ayat (4a), atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh: (Rev4)

a. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;

b. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;

c. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;

d. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;

e. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau

f. Dihapus.

(4c) Pengembalian kelebihan Pajak Masukan kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4b) huruf a sampai dengan huruf e, yang mempunyai kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya. (Rev3)

(4d) Dihapus. (Rev5)

(4e) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4c) dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. (Rev3)

(4f) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4e), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya. (Rev4)

(5) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak melakukan:

a. penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya dapat dikreditkan; dan

b. penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya tidak dapat dikreditkan dan/atau penyerahan yang tidak terutang pajak,

dalam hal bagian penyerahan yang terutang pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan merurpakan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (Rev5)

(6) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak melakukan:

a. penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya dapat dikreditkan; dan

b. penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya tidak dapat dikreditkan dan/atau penyerahan yang tidak terutang pajak,

sedangkan Pajak Masukan sehubungan dengan penyerahan yang terutang pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dihitung dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan. (Rev5)

(6a) Apabila sampai dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) Pengusaha Kena Pajak belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak terkait dengan Pajak Masukan tersebut, Pajak Masukan yang telah dikreditkan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan. (Rev4)

(6b) Dihapus. (Rev4)

(6c) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) bagi sektor usaha tertentu dapat ditetapkan lebih dari 3 (tiga) tahun. (Rev4)

(6d) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) berlaku juga bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pembubaran (pengakhiran) usaha, melakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak, atau dilakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan. (Rev4)

(6e) Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6a): (Rev4)

a. wajib dibayar kembali ke kas negara oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena Pajak:

1. telah menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas Pajak Masukan dimaksud; dan/atau

2. telah mengkreditkan Pajak Masukan dimaksud dengan Pajak Keluaran yang terutang dalam suatu Masa Pajak;

dan/atau

b. tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan tidak dapat diajukan permohonan pengembalian, setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) berakhir atau pada saat pembubaran (pengakhiran) usaha, atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6d) oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan kompensasi atas kelebihan pembayaran pajak dimaksud.

(6f) Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6e) huruf a dilakukan paling lambat: (Rev4)

a. akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (6a);

b. akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu bagi sektor usaha tertentusebagaimana dimaksud pada ayat (6c); atau

c. akhir bulan berikutnya setelah tanggal pembubaran (pengakhiran) usaha atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6d).

(6g) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajiban pembayaran kembali sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6f), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6e) huruf a oleh Pengusaha Kena Pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya. (Rev4)

(7) Dihapus. (Rev5)

(7a) Dihapus. (Rev5)

(7b) Dihapus. (Rev5)

(8) Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: (Rev4)

a. dihapus;

b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;

c. dihapus; (Rev5)

d. dihapus;

e. dihapus;

f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

g. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);

h. dihapus;

i dihapus; dan

j. dihapus.

(9) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini. (Rev4)

(9a) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut. (Rev4)

(9b) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini. (Rev4)

(9c) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebesar jumlah pokok Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam ketetapan pajak dengan ketentuan ketetapan pajak dimaksud telah dilakukan pelunasan dan tidak dilakukan upaya hukum serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini. (Rev4)

(10) Dihapus. (Rev2)

(11) Dihapus. (Rev2)

(12) Dihapus. (Rev2)

(13) Dihapus. (Rev5)

(14) Dalam hal terjadi pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang mengalihkan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menerima pengalihan, sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi. (Rev3)

Penjelasan Pasal 9

Ayat (1)

Dihapus.

Ayat (2)

Pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai dan berhak menerima bukti pungutan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama.

Ayat (2a)

Cukup jelas.

Ayat (2b)

Untuk keperluan mengkreditkan Pajak Masukan, Pengusaha Kena Pajak menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).

Selain itu, Pajak Masukan yang akan dikreditkan juga harus memenuhi persyaratan kebenaran formal dan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9).

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Pajak Masukan yang dimaksud pada ayat ini adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

Dalam suatu Masa Pajak dapat terjadi Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran. Kelebihan Pajak Masukan tersebut tidak dapat diminta kembali pada Masa Pajak yang bersangkutan, tetapi dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.

Contoh:

Masa Pajak Mei 2023)

Pajak Keluaran                                             = Rp2.000.000,00

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan = Rp4.500.000,00 (-)

Pajak yang lebih dibayar                           = Rp2.500.000,00

Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2023)

Masa Pajak Juni 2023)

Pajak Keluaran                                                                 = Rp3.000.000,00

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan                     = Rp2.000.000,00 (-)

Pajak yang kurang dibayar                                           = Rp1.000.000,00

Pajak yang lebih dibayar dari Masa Pajak Mei 2023

yang dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2023     = Rp2.500.000,00 (-)

Pajak yang lebih dibayar Masa Pajak Juni 2023        = Rp1.500.000,00

Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak Juli 2023)

Ayat (4a)

Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak sesuai dengan ketentuan pada ayat (4) dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya.

Namun, apabila kelebihan Pajak Masukan terjadi pada Masa Pajak akhir tahun buku, kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi).

Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku dalam ketentuan ini adalah Masa Pajak saat Wajib Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar).

Ayat (4b)

Cukup jelas.

Ayat (4c)

Cukup jelas.

Ayat (4d)

Dihapus.

Ayat (4e)

Untuk mengurangi penyalahgunaan pemberian kemudahan percepatan pengembalian kelebihan pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan setelah memberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

Ayat (4f)

Dalam hal Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, sanksi kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya tidak diterapkan walaupun pada tahap sebelumnya sudah diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.

Sebaliknya, sanksi administrasi yang dikenakan sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya.

Apabila dalam pemeriksaan dimaksud ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, ketentuan ini tidak berlaku.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan "penyerahan yang terutang pajak" adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Terdapat dua perlakuan Pajak Masukan atas penyerahan yang terutang pajak yaitu dapat dikreditkan atau tidak dapat dikreditkan.

Yang dimaksud dengan "penyerahan yang tidak terutang pajak" adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B. Pajak Masukan atas penyerahan yang tidak terutang pajak tidak dapat dikreditkan.

Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukannya dapat dikreditkan, penyerahan yang terutang pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan dan penyerahan yang tidak terutang pajak, hanya dapat mengkreditkan pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukannya dapat dikreditkan. Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.

Contoh:

Pengusaha Kena Pajak melakukan beberapa macam penyerahan, yaitu:

a. penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukannya dapat dikreditkan dengan harga jual sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dengan Pajak Keluaran sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dengan asumsi pengenaan tarif normal sebesar 12% (dua belas persen);

b. penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan dengan harga jual sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan Pajak Keluaran sebesar Rp400.000,00 (empat ratus ribu rupiah) dengan asumsi pengenaan tarif final sebesar 2% (dua persen);

c. penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) tanpa memungut Pajak Keluaran.

Jumlah Pajak Keluaran yang harus dipungut sebesar Rp3.400.000,00 (tiga juta empat ratus ribu rupiah).

Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan:

a. Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukannya dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah);

b. Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);

c. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang tidak terutang pajak sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).

Jumlah Pajak Masukan yang telah dibayar sebesar Rp2.800.000,00 (dua juta delapan ratus ribu rupiah).

Menurut ketentuan ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran sebesar Rp3.400.000,00 hanya sebesar Rp1.500.000,00 yang berasal dari Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak.

Ayat (6)

Dalam hal Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukannya dapat dikreditkan tidak dapat diketahui dengan pasti, cara pengkreditan Pajak Masukan dihitung berdasarkan pedoman pengkreditan Pajak Masukan, yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kepastian kepada Pengusaha Kena pajak.

Contoh:

Pengusaha Kena Pajak melakukan 3 (tiga) macam penyerahan, yaitu:

a. penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukannya dapat dikreditkan sebesar Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) dengan Pajak Keluaran sebesar Rp4.200.000,00 (empat juta dua ratus ribu rupiah) dengan asumsi pengenaan tarif normal 12% (dua belas persen);

b. penyerahan yang terutang pajak dan pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan Pajak Keluaran sebesar Rp400.000,00 (empat ratus ribu rupiah) dengan asumsi pengenaan tarif final 2% (dua persen);

c. penyerahan yang tidak terutang pajak sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) tanpa memungut Pajak Keluaran.

Jumlah Pajak Keluaran yang harus dipungut sebesar Rp4.600.000,00 (empat juta enam ratus ribu rupiah).

Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan keseluruhan penyerahan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), sedangkan Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukannya dapat dikreditkan tidak dapat diketahui dengan pasti. Menurut ketentuan ini, Pajak Masukan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) tidak seluruhnya dapat dikreditkan dengan pajak Keluaran sebesar Rp4.600.000,00 (empat juta enam ratus ribu rupiah).

Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dihitung berdasarkan pedoman pengkreditan Pajak Masukan.

Ayat (6a)

Cukup jelas.

Ayat (6b)

Dihapus.

Ayat (6c)

Cukup jelas.

Ayat (6d)

Cukup jelas.

Ayat (6e)

Cukup jelas.

Ayat (6f)

Cukup jelas.

Ayat (6g)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Dihapus.

Ayat (7a)

Dihapus.

Ayat (7b)

Dihapus.

Ayat (8)

Pajak Masukan pada dasarnya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. Akan tetapi, untuk pengeluaran yang dimaksud dalam ayat ini, Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.

Huruf a

Dihapus.

Huruf b

Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.

Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.

Huruf c

Dihapus.

Huruf d

Dihapus.

Huruf e

Dihapus.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Dihapus.

Huruf i

Dihapus.

Huruf j

Dihapus.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Ayat (9a)

Cukup jelas.

Ayat (9b)

Cukup jelas.

Ayat (9c)

Cukup jelas.

Ayat (10)

Dihapus.

Ayat (11)

Dihapus.

Ayat (12)

Dihapus.

Ayat (13)

Dihapus.

Ayat (14)

Cukup jelas.

Perubahan

UU Nomor 8 Tahun 1983

UU Nomor 11 Tahun 1994 (Rev1)

UU Nomor 18 Tahun 2000 (Rev2)

UU Nomor 42 Tahun 2009 (Rev3)

UU Nomor 11 Tahun 2020 (Rev4)

UU Nomor 7 Tahun 2021 (Rev5)

UU Nomor 6 Tahun 2023 (Rev6)

+62 897-0805-966

gosriconsulting88@gmail.com